Senin, 10 Mei 2010

Tsunami Menabur Bakau
Cerita Ini berangkat dari perjuangan seorang Victor Emanuel Rayon, 60 tahun, yang akrab disapa Baba Akong. Dia dengan gigih me lestarikan lingkungan dengan menanam pohon bakau di lahan seluas lebih dari 23 hektare. Semangat ini berawal dari bencana tsunami yang terja di pada 12 Desember 1992 di Flores, Nusa Tenggara Timur. Tsunami Itu menenggelamkan desanya, Ndete, Kecamatan Magepanda, Sikka, NTT.
Kejadian pahit yang membekas itu mendorongnya untuk menanam pohon bakau di sepanjang pantai di daerahnya. Bersama Istrinya, la gigih berjuang menghijaukan kembali pesisir Pantai Ndete. Selama bertahun-tahun, ke-duanya tidak peduli para tetangganya mencibir dan menganggap gila. Orang bilang, mengapa tidak menanam tanaman lain yang lebih berguna dan menghasilkan uang?" ujar istri Baba Akong suatu ketika.
Waktu berlalu. Akong dan Istrinya membuktikan bahwa tanaman bakau sangat penting untuk menjaga ekosistem pantai. Setelah Pantai Ndete kembali hijau, jumlah tangkapan ikan nelayan lebih banyak. Orang-orang yang semula mencibir berbalik mendukungnya. Kini, sekitar 2.000 orang terlibat dalam gerakan penghijauan yang diprakarsai Akong. Perjuangan-itu awalnya tidak dibiayai oleh pemerintah atau orang lain.
Biaya perawatan dan pembibitannya dari uang hasil menjual ikan. Ia menjaga hutan bakaunya, siapa pun tidak boleh menebang bakau atau menembak burung-burung yang ada di dalam hutan tersebut Dia sempat beradu mulut dan berkelahi dengan prajurit Angkatan Laut yang hendak mencuri kayu dalam hutan bakau.
Beberapa kali la mendapat penghargaan dari pemerintah setempat dan dinominasikan meraih Kalpataru. Apa yang dilakukannya merupakan sebuah motivasi. Kehancuran yang didapatnya dari sebuah bencana tidak membuatnya larut dalam kekalutan. Dia bangkit dan berupaya melestarikan alam yang telah memberinya nafkah hidup.
Sumber : Koran Tempo 09 Mei 2010, hal. A22

0 komentar:

Posting Komentar